Senin, 03 Desember 2018

Amr, Nahiy, dan Takhyir, ‘Am dan Khash, Mutlaq dan Muqayyad


1.      Yang dimaksud dengan Amr, Nahiy, dan Takhyir adalah:
a.       Amar adalah perintah atau tuntutan perbuatan dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya, seperti dari atasan kepada bawahan (thalab al-fi’limin ‘ala ila al-adna)
b.      Menurut bahasa, nahiy artinya larangan atau meninggalkan sesuatu. Adapun menurut istilah, nahiy ialah tuntutan meninggalkan perbuatan dari yang lebih tinggi derajatnya pada yang lebih rendah.
c.       Takhyir itu adalah halal atau mubah (boleh dilakukan), dalam arti tidak berpahala jika dilakukan dan tidak berdosa jika ditinggalkan.
2.      Yang dimaksud dengan ‘Am dan Khash adalah:
a.       Lafal umum adalah lafal yang diciptakan untuk pengrtian umum sesuai dengan pengertian lafal itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu.
b.      Lafal khas adalah lafal yang mengandung satu pengertian secara tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas. Lafal ini menunjukkan kepada sesuatu satuan tertentu artinya lafal itu hanya diperuntukkan untuk hal-al yang tertentu.
3.      Yang dimaksud dengan Mutlaq dan Muqayyad adalah:
a.       Lafal mutlak sebagai lafal yang menunjukkan suatu satuan dalam jenisnya. Dengan kata lain, lafal mutlak adalah lafal yang menunjukkan untuk suatu satuan tanpa dijelaskan secara tertentu.
b.      Secara bahasa, kata muqayyad berarti terikat. Sementara secara istilah, muqayyad adalah lafal yang menunjukkan suatu satuan dalam jenisnya yang dikaitkan dengan sifat tertentu.
4.      Yang dimaksud dengan Mantuq dan Mafhum adalah

Mantuq adalah lafal yang hukumnya memuat apa yang diucapkan (makna tersurat), sedang mafhum adalah lafal yang hukumnya terkandung dalam arti dibalik manthuq (makna tersirat). Menurut kitab mabadiulawwaliyah, mantuq adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz dalam tempat pengucapan, sedangkan mafhum adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pengucapan. Jadi mantuq adalah pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz di tempat pembicaraan dan mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pembicaraan, tetapi dari pemahaman terdapat ucapan tersebut.

MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA MANUSIA DALAM PANDANGAN PSIKOLOGI AGAMA

MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA

MANUSIA DALAM PANDANGAN PSIKOLOGI AGAMA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia sering menjadi perbincangan di berbagai kalangan. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya, dan dampak dari karya-karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat, dan lingkungan tempat tinggalnya.
Indonesia merupakan negara yang religius dan memiliki toleransi yang tinggi. Hal ini terbukti dengan banyaknya agama yang berkembang di Indonesia dan rukunnya kehidupan antarumat berbeda agama di Indonesia. Islam adalah salah satu agama yang berkembang di Indonesia dan mayoritas penduduk Indonesia merupakan pemeluk agama Islam. Islam mengajarkan umatnya untuk saling berbagi dan menyayangi satu sama lain, membantu siapapun yang memerlukan bantuan termasuk umat beda agama. Di mata Alloh SWT, semua manusia adalah sama. Amal dan ibadahnyalah yang membedakan derajat seorang manusia dengan manusia lain.
B. Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari manusia?
2.      Apa hakekat manusia itu ?
3.      Apa saja peran dan tanggungjawab manusia ?
C. Tujuan
1.      Mengetahui pengertian dari manusia
2.      Mengetahui hakekat manusia
3.      Mengetahui peran dan tanggungjawab manusia






BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manusia
 Pengertian manusia dalam Al Qur’an menggunakan 3 kata berikut yaitu :
1.      Basyar
Kata basyar disebut dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar menunjuk pada pengertian manusia sebagai makhluk biologis tegasnya memberi pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan lain-lain.
2.      Al-insan
Al – insan dituturkan sampai 65 kali dalam Al-Qur’an yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama al-insan dihubungkan dengan khalifah sebagai penanggung, kedua al-insan dihubungankan dengan predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh kesah, kikir dan ketiga al-insan dihubungkan dengan proses penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan non materi. Semua konteks al-insan ini menunjuk pada sifat-sifat manusia psikologis dan spiritual.
3.      An-nas
An- nas dalam AL Qur’an disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka mengaku beriman padahal sebenarnya tidak.[1]
Dari uraian ketiga makna untuk manusia tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia adalah mahkluk biologis, psikologis dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah).[2]
Dalam Psikologi, terdapat empat pandangan terhadap manusia yaitu :
1.      Psikoanalisis (Psychoanalysis)
Penentu dan pendiri psikoanalisis adalah Sigmund freud (1856-1939), menurut dia kepribadian manusia terdiri dari tiga sistem, yaitu Id (dorongan-dorongan biologis), Ego (kesadaran terhadap realitas kehidupan), dan superego (kesadaran normatif) yang berinteraksi satu sama lain masing-masing memiliki fungsi dan mekanisme yang khas. Selain itu manusia mempunyai tiga strata kesadaran:alam sadar (the conscious), alam prasadar (the preconscious), dan alam tak sadar ( the unconscious) secara dinamis berinteraksi satu dengan lainnya.
2.      Psikologi Perilaku (Behavior Psychology)
Menurut B.F. Skinner memandang bahwasanya manusia pada dasaranya dilahirkan tidak membawa bakat namun semata-mata melakukan respons (tanggapan) terhadap suatu rangsangan. Behavior memandang manusia itu semuanya sama yaitu apapun jadinya seseorang satu-satunya yang menentukan adalah lingkungannya.
3.      Psikologi Humanistik (Humanistic Psychology)
Psikologi Humanistik dipelopori oleh Abraham Maslow. Berpandangan bahwa pada dasarnya manusia adalah baik, dan potensi manusia tidak terbatas. Pandangan ini sangat optimistikterhadap upaya pengembangan sumber daya manusia. Sehingga manusia dipandang sebagai penentu tunggal yang mampu melakukan play God (peran Tuhan)
4.      Psikologi Transpersonal (Transpersonal Psychology)
Psikologi Transpersonal merupakan kelanjutan Psikologi Humanistik. Aliran ini disusun oleh S.I.Shapiro  dan Denise H.Lajoie. Unsur- unsur yang menjadi telaah  Psikologi Transpersonal:
a.       potensi- potensi luhur (the highest potensials), yaitu transendensi diri, keruhanian, potensi luhur dan paripurna, pengalaman mistik, pengalaman spiritual dan sebagainya.
b.      Fenomena keadaan (states of consciousness) manusia adalah pengalaman seseorang melewati batas- batas kesadaran biasa. Misalnya memasuki alam- alam kebatinan, kesatuan mistik, komunikasi kebatinan, pengalaman meditasi dan sebagainya.[3]


B. Hakekat Manusia
Hakekat Manusia Menurut Al-Qur’an sebagai berikut :
a.       Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.      Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya serta mampu menentukan nasibnya.
c.        Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
d.      Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
e.       Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
f.       Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
g.      Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
h.      Makhluk yang berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya berarti mencari jawaban, mencari jwaban berarti mencari kebenaran.[4]
Dari perspektif psikologi, hakekat manusia dijelaskan oleh Imam Ghazali, terdapat setidaknya empat unsur kejiwaan dari manusia yang terdiri dari:
1.      Qalbu
Qalbu dimaknai sebagai dua hal yang berbeda. Ia memiliki definisi secara fisik dan metafisik. Setiap bagian dari manusia akan memiliki dua makna tersebut. Kita ambil contoh seperti misalnya jantung. Dari definisi secara fisik, jantung merupakan organ yang terletak di dalam rongga dada, memiliki struktur otot yang khas dan berfungsi untuk memompa darah. Itu adalah pengertian secara fisik.
Sementara secara metafisik, jantung bisa dimaknai sebagai sesuatu yang halus, bersifat ruhaniyah dan ketuhanan. Istilahnya ia bergerak pun juga karena kehendak Tuhan. Dengan adanya qalbu ini, maka manusia bisa memaknai apa pun yang ada di sekitarnya sebagai sesuatu yang memang memiliki pencipta, sehingga sudah hakikatnya manusia harus lebih tahu dan mengenal banyak hal.
2.   Kognisi Ruh
Kognisi ruh sebenarnya memiliki pemahaman yang hampir mirip dengan qalbu. Manusia memiliki ruh, sebagai sumber dari hidup (bisa disebut sebagai nyawa). Secara psikologi, ruh ini akan menggerakkan manusia untuk berbuat dan berperilaku. Jika dikaitkan dengan unsur qalbu, maka setiap pengertian metafisik dari bagian yang dimiliki oleh manusia pasti mengandung unsur ruhaniyah itu tadi. Inilah mengapa kemudian psikologi Islam juga memandang bahwa manusia memiliki ruh atau nyawa yang turut berpengaruh dalam proses ia berperilaku. (Baca juga.
3.   Nafsu
Manusia memiliki nafsu. Ini merupakan hakikat manusia dalam psikologi islam yang pada dasarnya bisa kita amati secara langsung, sebab nafsu merupakan bagian dari ambang batas sadar manusia. Terdapat setidaknya tiga macam jenis nafsu, yaitu nafsu mutmainnah, nafsu amarah dan nafsu lawwamah. Ketiganya merupakan nafsu yang pasti dimiliki oleh setiap manusia. Nafsu mutmainnah merujuk pada nafsu yang memberikan ketenangan batin.
Nafsu amarah merupakan nafsu yang mendorong pada tindakan negatif. Sementara itu nafsu lawwamah merupakan nafsu yang membuat manusia sadar terhadap kesalahannya kemudian timbul rasa penyesalan. Selain bisa diamati dalam bentuk sadar, nafsu juga sebenarnya ada dalam alam bawah sadar. Qalbu kemudian menjadi wadah dari gejala alam sadar manusia.
4.  Akal
Hakekat manusia selanjutnya yaitu adanya akal yang dimiliki oleh manusia. Pemahaman ini tentu saja penting sebab akal adalah bagian yang membedakan manusia dari makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Akal membuat manusia bisa menjadi lebih berpikir tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Akal juga bisa mendorong manusia untuk senantiasa berbuat kebaikan. Jenis-jenis motivasi dalam psikologi Islam juga membahas mengenai hal ini. Tanpa adanya akal, maka manusia mungkin tidak ada bedanya dengan makhluk lain. Unsur psikologi juga muncul karena manusia memiliki akal ini. Sungguh manusia merupakan ciptaan Allah yang paling mulia, sehingga sudah seharusnya ia selalu menggunakan akalnya untuk berpikir dan beribadah kepada-Nya.
C. Peran  dan tanggung jawab manusia
Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat Allah dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang mandat Allah untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya serta mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya.
Kekuasaan manusia sebagai wakil Allah dibatasi oleh aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hukum-hukum Allah baik yang tertulis dalam kitab suci (al-Qur’an), maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta (al-kaun). Seorang wakil yang melanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang mengingkari kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati kepercayaan yang diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta pertanggungjawaban terhadap penggunaan kewenangannya di hadapan yang diwakilinya.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah)
Hakekat Manusia Menurut Al-Qur’an sebagai berikut :
a.       Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.      Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya serta mampu menentukan nasibnya.
c.        Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
d.      Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
e.       Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
f.       Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
g.      Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
h.      Makhluk yang berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya berarti mencari jawaban, mencari jwaban berarti mencari kebenaran.
Menurut Al Ghazali terdapat 4 unsur dalam mausia yaitu Qalbu, Ruh, Nafsu dan Akal. Tugas dan peran manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.

B.     Saran
Setelah membaca dan mempelajari makalah ini, besar harapan penulis para pembaca mendapat tambahan pengetahuan mengenai konsep manusia dalam Islam dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar dapat menjadi seorang manusia yang bersyukur akan anugerah yang diberikan oleh Alloh SWT. Demikian  makalah yang dapat kami paparkan tentang hukum syar’i, semoga bermanfa’at bagi pembaca pada umumnya dan pada kami pada khususnya. Dan tentunya makalah  ini tidak lepas dari kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat kami butuhkan, guna memperbaiki makalah selanjutnya.




















DAFTAR PUSTAKA
Didiek Ahmad Supadie,dkk. Pengantar Studi Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011)
M. Amir Syukur. Pengantar Studi Islam, ( Semarang: Pustaka Nuun,2010)
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Dengan Islam, (Yogyakarta : Yayasan Insan Kamil dan Pustaka Pelajar,1995)
Didiek Ahmad Supadie,dkk. op.cit






[1] Didiek Ahmad Supadie,dkk. Pengantar Studi Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011). Hal. 137 - 138
[2] M. Amir Syukur. Pengantar Studi Islam, ( Semarang: Pustaka Nuun,2010). Hal. 9
[3] Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Dengan Islam, (Yogyakarta : Yayasan Insan Kamil dan Pustaka Pelajar,1995),  hal 53
[4] Didiek Ahmad Supadie,dkk. op.cit, Hal. 143