Senin, 03 Desember 2018

Amr, Nahiy, dan Takhyir, ‘Am dan Khash, Mutlaq dan Muqayyad


1.      Yang dimaksud dengan Amr, Nahiy, dan Takhyir adalah:
a.       Amar adalah perintah atau tuntutan perbuatan dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya, seperti dari atasan kepada bawahan (thalab al-fi’limin ‘ala ila al-adna)
b.      Menurut bahasa, nahiy artinya larangan atau meninggalkan sesuatu. Adapun menurut istilah, nahiy ialah tuntutan meninggalkan perbuatan dari yang lebih tinggi derajatnya pada yang lebih rendah.
c.       Takhyir itu adalah halal atau mubah (boleh dilakukan), dalam arti tidak berpahala jika dilakukan dan tidak berdosa jika ditinggalkan.
2.      Yang dimaksud dengan ‘Am dan Khash adalah:
a.       Lafal umum adalah lafal yang diciptakan untuk pengrtian umum sesuai dengan pengertian lafal itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu.
b.      Lafal khas adalah lafal yang mengandung satu pengertian secara tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas. Lafal ini menunjukkan kepada sesuatu satuan tertentu artinya lafal itu hanya diperuntukkan untuk hal-al yang tertentu.
3.      Yang dimaksud dengan Mutlaq dan Muqayyad adalah:
a.       Lafal mutlak sebagai lafal yang menunjukkan suatu satuan dalam jenisnya. Dengan kata lain, lafal mutlak adalah lafal yang menunjukkan untuk suatu satuan tanpa dijelaskan secara tertentu.
b.      Secara bahasa, kata muqayyad berarti terikat. Sementara secara istilah, muqayyad adalah lafal yang menunjukkan suatu satuan dalam jenisnya yang dikaitkan dengan sifat tertentu.
4.      Yang dimaksud dengan Mantuq dan Mafhum adalah

Mantuq adalah lafal yang hukumnya memuat apa yang diucapkan (makna tersurat), sedang mafhum adalah lafal yang hukumnya terkandung dalam arti dibalik manthuq (makna tersirat). Menurut kitab mabadiulawwaliyah, mantuq adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz dalam tempat pengucapan, sedangkan mafhum adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pengucapan. Jadi mantuq adalah pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz di tempat pembicaraan dan mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pembicaraan, tetapi dari pemahaman terdapat ucapan tersebut.

MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA MANUSIA DALAM PANDANGAN PSIKOLOGI AGAMA

MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA

MANUSIA DALAM PANDANGAN PSIKOLOGI AGAMA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia sering menjadi perbincangan di berbagai kalangan. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya, dan dampak dari karya-karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat, dan lingkungan tempat tinggalnya.
Indonesia merupakan negara yang religius dan memiliki toleransi yang tinggi. Hal ini terbukti dengan banyaknya agama yang berkembang di Indonesia dan rukunnya kehidupan antarumat berbeda agama di Indonesia. Islam adalah salah satu agama yang berkembang di Indonesia dan mayoritas penduduk Indonesia merupakan pemeluk agama Islam. Islam mengajarkan umatnya untuk saling berbagi dan menyayangi satu sama lain, membantu siapapun yang memerlukan bantuan termasuk umat beda agama. Di mata Alloh SWT, semua manusia adalah sama. Amal dan ibadahnyalah yang membedakan derajat seorang manusia dengan manusia lain.
B. Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari manusia?
2.      Apa hakekat manusia itu ?
3.      Apa saja peran dan tanggungjawab manusia ?
C. Tujuan
1.      Mengetahui pengertian dari manusia
2.      Mengetahui hakekat manusia
3.      Mengetahui peran dan tanggungjawab manusia






BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manusia
 Pengertian manusia dalam Al Qur’an menggunakan 3 kata berikut yaitu :
1.      Basyar
Kata basyar disebut dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar menunjuk pada pengertian manusia sebagai makhluk biologis tegasnya memberi pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan lain-lain.
2.      Al-insan
Al – insan dituturkan sampai 65 kali dalam Al-Qur’an yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama al-insan dihubungkan dengan khalifah sebagai penanggung, kedua al-insan dihubungankan dengan predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh kesah, kikir dan ketiga al-insan dihubungkan dengan proses penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan non materi. Semua konteks al-insan ini menunjuk pada sifat-sifat manusia psikologis dan spiritual.
3.      An-nas
An- nas dalam AL Qur’an disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka mengaku beriman padahal sebenarnya tidak.[1]
Dari uraian ketiga makna untuk manusia tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia adalah mahkluk biologis, psikologis dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah).[2]
Dalam Psikologi, terdapat empat pandangan terhadap manusia yaitu :
1.      Psikoanalisis (Psychoanalysis)
Penentu dan pendiri psikoanalisis adalah Sigmund freud (1856-1939), menurut dia kepribadian manusia terdiri dari tiga sistem, yaitu Id (dorongan-dorongan biologis), Ego (kesadaran terhadap realitas kehidupan), dan superego (kesadaran normatif) yang berinteraksi satu sama lain masing-masing memiliki fungsi dan mekanisme yang khas. Selain itu manusia mempunyai tiga strata kesadaran:alam sadar (the conscious), alam prasadar (the preconscious), dan alam tak sadar ( the unconscious) secara dinamis berinteraksi satu dengan lainnya.
2.      Psikologi Perilaku (Behavior Psychology)
Menurut B.F. Skinner memandang bahwasanya manusia pada dasaranya dilahirkan tidak membawa bakat namun semata-mata melakukan respons (tanggapan) terhadap suatu rangsangan. Behavior memandang manusia itu semuanya sama yaitu apapun jadinya seseorang satu-satunya yang menentukan adalah lingkungannya.
3.      Psikologi Humanistik (Humanistic Psychology)
Psikologi Humanistik dipelopori oleh Abraham Maslow. Berpandangan bahwa pada dasarnya manusia adalah baik, dan potensi manusia tidak terbatas. Pandangan ini sangat optimistikterhadap upaya pengembangan sumber daya manusia. Sehingga manusia dipandang sebagai penentu tunggal yang mampu melakukan play God (peran Tuhan)
4.      Psikologi Transpersonal (Transpersonal Psychology)
Psikologi Transpersonal merupakan kelanjutan Psikologi Humanistik. Aliran ini disusun oleh S.I.Shapiro  dan Denise H.Lajoie. Unsur- unsur yang menjadi telaah  Psikologi Transpersonal:
a.       potensi- potensi luhur (the highest potensials), yaitu transendensi diri, keruhanian, potensi luhur dan paripurna, pengalaman mistik, pengalaman spiritual dan sebagainya.
b.      Fenomena keadaan (states of consciousness) manusia adalah pengalaman seseorang melewati batas- batas kesadaran biasa. Misalnya memasuki alam- alam kebatinan, kesatuan mistik, komunikasi kebatinan, pengalaman meditasi dan sebagainya.[3]


B. Hakekat Manusia
Hakekat Manusia Menurut Al-Qur’an sebagai berikut :
a.       Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.      Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya serta mampu menentukan nasibnya.
c.        Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
d.      Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
e.       Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
f.       Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
g.      Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
h.      Makhluk yang berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya berarti mencari jawaban, mencari jwaban berarti mencari kebenaran.[4]
Dari perspektif psikologi, hakekat manusia dijelaskan oleh Imam Ghazali, terdapat setidaknya empat unsur kejiwaan dari manusia yang terdiri dari:
1.      Qalbu
Qalbu dimaknai sebagai dua hal yang berbeda. Ia memiliki definisi secara fisik dan metafisik. Setiap bagian dari manusia akan memiliki dua makna tersebut. Kita ambil contoh seperti misalnya jantung. Dari definisi secara fisik, jantung merupakan organ yang terletak di dalam rongga dada, memiliki struktur otot yang khas dan berfungsi untuk memompa darah. Itu adalah pengertian secara fisik.
Sementara secara metafisik, jantung bisa dimaknai sebagai sesuatu yang halus, bersifat ruhaniyah dan ketuhanan. Istilahnya ia bergerak pun juga karena kehendak Tuhan. Dengan adanya qalbu ini, maka manusia bisa memaknai apa pun yang ada di sekitarnya sebagai sesuatu yang memang memiliki pencipta, sehingga sudah hakikatnya manusia harus lebih tahu dan mengenal banyak hal.
2.   Kognisi Ruh
Kognisi ruh sebenarnya memiliki pemahaman yang hampir mirip dengan qalbu. Manusia memiliki ruh, sebagai sumber dari hidup (bisa disebut sebagai nyawa). Secara psikologi, ruh ini akan menggerakkan manusia untuk berbuat dan berperilaku. Jika dikaitkan dengan unsur qalbu, maka setiap pengertian metafisik dari bagian yang dimiliki oleh manusia pasti mengandung unsur ruhaniyah itu tadi. Inilah mengapa kemudian psikologi Islam juga memandang bahwa manusia memiliki ruh atau nyawa yang turut berpengaruh dalam proses ia berperilaku. (Baca juga.
3.   Nafsu
Manusia memiliki nafsu. Ini merupakan hakikat manusia dalam psikologi islam yang pada dasarnya bisa kita amati secara langsung, sebab nafsu merupakan bagian dari ambang batas sadar manusia. Terdapat setidaknya tiga macam jenis nafsu, yaitu nafsu mutmainnah, nafsu amarah dan nafsu lawwamah. Ketiganya merupakan nafsu yang pasti dimiliki oleh setiap manusia. Nafsu mutmainnah merujuk pada nafsu yang memberikan ketenangan batin.
Nafsu amarah merupakan nafsu yang mendorong pada tindakan negatif. Sementara itu nafsu lawwamah merupakan nafsu yang membuat manusia sadar terhadap kesalahannya kemudian timbul rasa penyesalan. Selain bisa diamati dalam bentuk sadar, nafsu juga sebenarnya ada dalam alam bawah sadar. Qalbu kemudian menjadi wadah dari gejala alam sadar manusia.
4.  Akal
Hakekat manusia selanjutnya yaitu adanya akal yang dimiliki oleh manusia. Pemahaman ini tentu saja penting sebab akal adalah bagian yang membedakan manusia dari makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Akal membuat manusia bisa menjadi lebih berpikir tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Akal juga bisa mendorong manusia untuk senantiasa berbuat kebaikan. Jenis-jenis motivasi dalam psikologi Islam juga membahas mengenai hal ini. Tanpa adanya akal, maka manusia mungkin tidak ada bedanya dengan makhluk lain. Unsur psikologi juga muncul karena manusia memiliki akal ini. Sungguh manusia merupakan ciptaan Allah yang paling mulia, sehingga sudah seharusnya ia selalu menggunakan akalnya untuk berpikir dan beribadah kepada-Nya.
C. Peran  dan tanggung jawab manusia
Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat Allah dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang mandat Allah untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya serta mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya.
Kekuasaan manusia sebagai wakil Allah dibatasi oleh aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hukum-hukum Allah baik yang tertulis dalam kitab suci (al-Qur’an), maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta (al-kaun). Seorang wakil yang melanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang mengingkari kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati kepercayaan yang diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta pertanggungjawaban terhadap penggunaan kewenangannya di hadapan yang diwakilinya.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah)
Hakekat Manusia Menurut Al-Qur’an sebagai berikut :
a.       Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.      Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya serta mampu menentukan nasibnya.
c.        Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
d.      Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
e.       Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
f.       Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
g.      Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
h.      Makhluk yang berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya berarti mencari jawaban, mencari jwaban berarti mencari kebenaran.
Menurut Al Ghazali terdapat 4 unsur dalam mausia yaitu Qalbu, Ruh, Nafsu dan Akal. Tugas dan peran manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.

B.     Saran
Setelah membaca dan mempelajari makalah ini, besar harapan penulis para pembaca mendapat tambahan pengetahuan mengenai konsep manusia dalam Islam dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar dapat menjadi seorang manusia yang bersyukur akan anugerah yang diberikan oleh Alloh SWT. Demikian  makalah yang dapat kami paparkan tentang hukum syar’i, semoga bermanfa’at bagi pembaca pada umumnya dan pada kami pada khususnya. Dan tentunya makalah  ini tidak lepas dari kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat kami butuhkan, guna memperbaiki makalah selanjutnya.




















DAFTAR PUSTAKA
Didiek Ahmad Supadie,dkk. Pengantar Studi Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011)
M. Amir Syukur. Pengantar Studi Islam, ( Semarang: Pustaka Nuun,2010)
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Dengan Islam, (Yogyakarta : Yayasan Insan Kamil dan Pustaka Pelajar,1995)
Didiek Ahmad Supadie,dkk. op.cit






[1] Didiek Ahmad Supadie,dkk. Pengantar Studi Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011). Hal. 137 - 138
[2] M. Amir Syukur. Pengantar Studi Islam, ( Semarang: Pustaka Nuun,2010). Hal. 9
[3] Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Dengan Islam, (Yogyakarta : Yayasan Insan Kamil dan Pustaka Pelajar,1995),  hal 53
[4] Didiek Ahmad Supadie,dkk. op.cit, Hal. 143

Kamis, 08 Juni 2017

MAKALAH EVALUASI PELAKSANAAN KURIKULUM



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam pelaksanaan kurikulum, evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan kurikulum. Evaluasi menjadi bagian integral dari kurikulum. Evaluasi menjadi bagian dari sistem manajemen, yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum juga dirancang dari tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka kita tidak akan bisa mengetahui bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Tapi, dengan adanya evaluasi, kita dapat menjadikan hasil yang diperoleh sebagai balikan (feed-back) dalam memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum. Sehingga, hasil-hasil kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan mencoba untuk memaparkan bagaimana evaluasi pelaksanaan kurikulum dalam makalah ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian evaluasi pelaksanaan kurikulum?
2.      Apa saja obyek-obyek evaluasi pelaksanaan kurikulum?
3.      Apa syarat evaluasi pelaksanaan kurikulum?
4.      Bagaimana model-model evaluasi pelaksanaan kurikulum?
C.    Tujuan Masalah
1.      Agar dapat mengetahui pengertian evaluasi pelaksanaan kurikulum.
2.      Agar dapat mengetahui obyek-obyek evaluasi pelaksanaan kurikulum.
3.      Agar dapat mengetahui syarat evaluasi pelaksanaan kurikulum.
4.      Agar dapat mengetahui model-model evaluasi pelaksanaan kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum
Guba dan Lincoln (1985), menekankan devenisi evaluasi sebagai “a process for describing an evaluand and judging its merit and worth”. Berdasarka beberapa pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa evaluasi adalah suatu tindakan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu terhadap suatu sistem, berdasarkan pertimbangan dan criteria tertentu sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan kegiatan dalam rangka membuat suatu keputusan. [1]
Dalam evaluasi, pengukuran tidak lagi merupakan bagian integral atapun suatu langkah yang  harus ditempuh. Pengukuran hanya merupakan salah satu langkah yang mungkin dipergunakan dalam kegiatan evaluasi, sedangkan penilaian dan evaluasi memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaanya adalah keduanya mempunyai pengertian menilai atau menentukan nilai sesuatu, sedangkan perbedaannya adalah terletak pada ruang lingkup dan pelaksanaannya. Ruang lingkup  penilaian lebih sempit dan biasanya hanya terbatas pada salah satu komponen atau satu aspek saja, seperti prestasi belajar siswa. Pelaksanaan penilaian biasanya dilakukan secara internal, yakni orang-orang yang menjadi bagian atau terlibat dalam suatu kegiatan  seperti guru menilai prestasi belajar peserta didik dalam suatu mata pelajaran.
Evaluasi dan penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran, sedangkan tes merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran. Pengukuran menggambarkan hal-hal yang bersifat kuantitatif, sedangkan evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif. Evaluasi dan penilaian pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek. Keputusan penilaian tidak hanya didasarkan pada hasil pengukuran. Tetapi dapat pula didasarkan pada hasil pengamatan dan wawancara. Dalam konteks sistem kurikulum, istilah yang tepat digunakan adalah evaluasi yaitu evaluasi kurikulum.
Dengan demikian, pengertian evaluasi kurikulum adalah suatu tindakan penilaian, penjaminan dan penetapan mutu kurikulum, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk akuntabilitas pengembang kurikulum dalam rangka menentukan keefektifan kurikulum, senagkan penilaian hasil belajar adalah suatu kegiatan pengumpulan, pengolahan dan penafsiran informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik berdasarkan pertimbanagn dan kriteria tertentu untuk membuat suatu keputusan.
B.     Obyek- Obyek Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum
            Objek evaluasi kurikulum menurut Nana Syaodih.S, Evaluasi kurikuum sukar dirumuskan secara tegas, hal itu disebabkan oleh beberapa faktor ;
a)            Evaluasi Kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah.
b)            Objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan.
c)            Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga berubah.
             Dari point dua yang menyaakan bahwa objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan. Maka kita kaji terlebih dulu tentang konsep kurikulum. Konsep kurikulum itu sendiri merumuskan bahwa kurikulum merupakan daerah studi intelek yang cukup luas. Banyak teori tentang kurikulum, beberapa teori menekankan pada rencana yang lain pada inovasi, pada dasar-dasar pilosofis, dan pada konsep-konsep yang diambil dari imu perilaku manusia. Ini menunjukan bahwa luasnya teori-teori tentang kurikulum. Secara sederhana teori kurikulum dapat diklasifikasikan atas teori-tori yang lebih menekankan pada isi kurikulum, pada situasi pendidikan serta pada organisasi kurikulum. Jadi objek dari evaluasi yang dapat kita simpulkan dari pernyataan diatas yaitu ada tiga :
a)            Isi kurikulum
b)            Situasi pendidikan
c)            Organisasi kurikulum
        Menurut Wina Sanjaya, kurikulum dapat dipandang dari dua sisi. Sisi pertama kurikulum sebagai suatu program pendidikan, atau kurikulum sebagai suatu dokumen , dan dari sisi kedua kurikulum sebagai proses atau kegiatan.
1.              Evaluasi kurikulum sebagai suatu program atau dokumen
a.             Evaluasi tujuan pendidikan
                  Rumusan tujuan merupakan salah satu komponen yang ada di dalam dokumen kurikulum. Evaluasi kurikulum sebagai dokumen adalah evaluasi terhadap tujuan, setiap mata pelajaran terdapat sejumlah kriteria untuk meilai tujuan ini
a)   Apakah tujuan setiap mata pelajaran itu berhubungan dan diarahkan untuk mencapai tujuan lembaga sekolah yang bersangkutan ?
b)   Apakah tujuan itu mudah difahami oleh setiap guru?
c)   Apakah ujuan yang dirumuskan dalam dokumen itu sesuai dengan tingkat perkembangan siswa?
b.            Evaluasi terhadap isi atau materi kurikulum
                  Bahwa yang dimaksud dengan isi atau materi kurikulum adalah seluruh pokok bahasan yang diberikan dalam setiap mata pelajaran. Sejumlah pertanyaan yang dapat dijadikan kriteria untuk menguji isi atau materi kurikulum diantaranya :
a)   Apakah isi kurikulum sesuai atau dapat mendukung pencapaian tujuan seperti yang telah ditetapkan?
b)   Apakah isi atau materi kurikulum sesuai dengan pandangan-pandangan atau penemuan yang mutakhir?
c)   Apakah isi kurikulum sesuai dengan pengalaman dan karakteristik lingkungan dimana anak tinggal?
d)  Apakah urutan isi kurikulum sesuai dengan karakteristik isi atau materi kurikulum?
c.             Evaluasi terhadap strategi pembelajaran
                  Sebagai suatu pedoman bagi guru, kurikulum juga seharusnya memuat petunjuk-petunjuk bagaimana cara pelaksanaan pembelajaran atau cara mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Salah satu aspek  yang berhubungan dengan implementasi kurikulum adalah aspek pedoman perumusan, strategi pembelajaran. Sejumlah kriteria yang dapat diajukan untuk menilai  pedoman strategi belajar mengajar diantaranya :
a)   Apakah strategi pembelajaran yang dirumuskan sesuai dan dapat mendukung untuk keberhasilan pencpaian tujuan pendidikan?
b)   Apakah strategi pembelajaran yang diusulkan dapat mendorong aktifitas dan minat siswa untuk belajar?
c)   Bagaimana keterbacaan guru terhadap pedoman pelaksanaan strategi pembelajaran yang direncanakan?
d)  Apakah strategi pembelajaran yang dirumuskan dapat mendorong kreatifitas guru?
e)   Apakah strategi pembelajaran sesuai dengan tingkat perkrmbangan siswa?
f)    Apakah strategi pembelajaran yang dirumuskan sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia?
d.            Evaluasi terhadap program penilaian
                  Komponen keempat yang harus dijadikan sasaran penilai terhadap kurikulum sebagai suatu program adalah evaluasi terhadap program penilaian. Beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan adalah :
a)      Apakah program evaluasi relevan dengan tujuan yang akan dicapai?
b)      Apakah evaluasi diprogramkan untuk mencapai fungsi evaluasi baik sebagai formatif maupun fungsi sumatif?
c)      Apakah program evaluasi yang direncanakan mudah dibaca dan difahami oleh guru?
d)     Apakah program evaluasi mencakup semua aspek perubahan perilaku?
2.              Evaluasi pembelajaran sebagai implementasi kurikulum
                             Kurikulum sebagai suatu dokumen memiliki keterkaitan yang tidak terpisahkan dengan implementasi kurikulum tersebut dalam kegiatan pembelajaran. Kurikulum dan pembelajaran bagai dua sisi dari satu mata uang logam yang masing-masing sama pentingnya.  Walaupun keduanya memiliki posisi yang berbeda akan tetapi sama pentignya, dengan demikian sisi kedua dari kurikulum adalah pelaksanaan atau implementasi kurikulum itu sendiri. Beberapa kriteria yang dapat diajukan untk menilai implementasi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1)      Apakah implementasi kurikulum yang dilaksanakan oleh guru sesuai dengan program yang direncanakan?
2)      Sejauh mana siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai?
3)      Apakah secara keseluruhan implementasi kurikulum dianggap efektif dan efisien?
           Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa objek evaluasi kurikulum adalah :
a.    Tujuan pendidikan
b.   Isi atau materi kurikulum
c.    Strategi pembelajaran
d.   Program penilaian
e.    Implementasi pembelajaran terhadap kurikulum[2]
C.    Syarat Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll (1976), dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.”
Syarat-syarat evaluasi pelaksanaan kurikulum, yaitu:
1.      Berorientasi pada tujuan
Meliputi tujuan institusional (kelembagaan), kurikuler (bidang studi), instruksional (pembelajaran).
2.      Berkesinambungan
Kegiatan yang saling berkaitan sejak tahapan perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap penyimpulan.
3.      Komprehensif
Seluruh komponen harus dievaluasi, meliputi tujuan, isi, strategi pembelajaran, media, dan sebagainya.
4.      Berfungsi Ganda
Keperluan pengambilan keputusan maupun keperluan bagi sekolah dimana kurikulum dilaksanakan.
5.      Berorientasi pada kriteria
Sesuai dengan sasaran, keserasian, keterampilan, kepercayaan, dan objektifitas. [3]

D.    Model Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum
Ada beberapa model dalam evaluasi kurikulum, yaitu sebagai berikut:
1.            Evaluasi kurikulum model penelitian (research evaluation model)
Model evaluasi kurikulum yang menggunakan penelitian didasarkan atas teori dan metode tes psikologi serta ekperimen lapangan. Salah satu pendekatan dalam evalusai yang menggunakan eksperimen lapangan adalah comparative approach, yaitu dengan mengadakan perbandingan antara dua macam kelompok anak.
Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitian didasarkan atas teori dan metode tes psikologi dan serta eksperimen lapangan. Tes psikologi atau tes psikometrik pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu tes intelegensi yang ditunjukkan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes bawaan yang mengukur perilaku skolastik.
Ada beberapa kesulitan yang dihadapi dalam eksperimen tersebut. Pertama, kesulitan administrative, sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen. Kedua, masalah teknis dan logis, yaitu kesulitan menciptakan kondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji. Ketiga, sukar untuk mencampurkan guru-guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan kelompok control, pengaruh guru-guru tersebut sukar dikontrol. Keempat, ada keterbatasan mengenai manipulasieksperimen yang dapat dilakukan.
2.            Model evaluasi kurikulum yang berorientasi pada tujuan (goal/objective oriented evaluation model)
Dalam model ini, evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum. Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain, tetapi diukur dengan seperangkat tujuan atau kompetensi tertentu. Keberhasilan pelaksanaan kurikulum diukur oleh penguasaan siswa akan tujuan-tujuan atau kompetensi tersebut.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipeuhi oleh tim pengembang model obyektif, yaitu sebagai berikut:
  1. Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum
  2. Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa
  3. Menyusun materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut
  4. Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan
Dasar-dasar teori Tvlor dan Bloom menjadi prinsip sentral dalam berbagai rancangan kurikulum, dan mencapai puncaknya dalam system belajar berprogram dan system instruksional. Sistem pengajaran yang terkenal adalah IPI (Individually Prescribed Instruction). Dalam IPI anak mengikuti kurikulum yang mengikuti 7 unsur, yaitu:
  1. Tujuan-tujuan pengajaran yang disusun dalam daerah-daerah, tingkat-tingkat dan unit-unit
  2. Suatu prosedur program testing
  3. Pedoman prosedur penulisan
  4. Materi dan alat-alat pengajaran
  5. Kegiatan guru dalam kelas
  6. Kegiatan murid dalam kelas
  7. Prosedur pengelolaan kelas.
3.            Model evaluasi kurikulum yang lepas dari tujuan (goal free evaluation model)
Model ini dikembangkan oleh Micheal Scriven, yang cara kerjanya berlawanan dengan model evaluasi yang berorientasi pada tujuan. Menurut pendapat Scriven, seorang evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan pembelajaran, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kerjanya. Cara dengan memperhatikan dan mengidentifikasi penampilan yang terjadi, baik hal-hal positiv yang diharapkan maupun hal-hal negativ yang tidak diinginkan.
4.            Model campuran multivariasi
Model campuran multifariasi adalah strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari beberapa model evaluasi kurikulum. Model ini memungkinkan perbandingan lebih dari satu kurikulum dan secara serempak keberhasilan tiap kurikulum diukur berdasarkan criteria khusus dari masing-masimg kurikulum.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam model evaluasi ini yaitu:
  1. mencari dan  menentukan sekolah yang berminat untuk dievaluasi atau diteliti.
  2. Pelaksanaan program, bila tidak ada percampuran sekolah, maka tekanannya pada partisipasi yang optimal.
  3. Semetra tim menyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan menggunakan metode global dan metode unsur, dapat disiapkan tes tambahan.
  4. Bila semua informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan computer.
  5. Tipe analisis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dari beberapa variable yang berbeda.
Beberapa kesulitan yang dihadapi dalam model campuran multivareasi ini adalah:
  1. Diharapkan memberikan tes statistic yang signifikan.
  2. Terlalu banyaknya variable yang perlu dihitung pada suatu saat.
  3. Meskipun model ini telah mengurangi masalah kontrol berkenaan dengan eksperimen lapangan tetapi tetap menghadapi masalah-masalah pembandingan.
5. Model evaluation program for innovate curriculumbs (EPIC)
Model ini menggambarkan keseluruhan program evaluasi kurikulum dalam sebuah kubus. Kubus ini memiliki tiga bidang, bidang pertama adalah perilaku (behavior) yang meliputi perilaku cognitive, affective, psychomotor. Bidang kedua adalah pembelajaran (instruction), yang meliputi organisasi, materi, metode fasilitas atau sarana dan pendanaan. Bidang ketiga adalah kelembagaan (institution) yang meliputi guru, murid, administrasi, tenaga kependidikan, keluarga dan masyarakat.
6.      Model CIPP (Contex, Input, Procces, and Product)
Model ini dikembangkan oleh Stufflebeam (1967) dan kawan-kawan di Ohio State University AS dan model ini paling banyak diikuti oleh para evaluator. Model ini memandang bahwa kurikulum yang dievaluasi adalah sebuah sistem, maka apabila evaluator telah menentukan untuk menggunakan model CIPP, maka evaluator harus menganalisis kurikulum tersebut berdasarkan komponen-komponen model CIPP. Model ini mengemukakan bahwa untuk melakukan penilaian terhadap program pendidikan diperlakuakan empat macam jenis yaitu:
1.      Penilaian konteks (context)yang bekaitan dengan tujuan.
Penilaian konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan,  kebutuhan, populasi dan sample yang dilayani serta tujuan pembelajaran. Kebutuhan siswa apa saja yang belum terpenuhi, tujuan apa saja yang belum tercapai dan tujuan apa saja yang belum tercapai.
2.      Penilaian masukan (input) yang berguna untuk pengambilan k eputusan desain.
Maksud evaluasi ini adalah kemampuan siswa dan kemapuan sekolah dalam menunjang pendidikan.
3.      Penilaian proses (process) yang membimbing langkah operasional dalam pembuatan keputusan.
Penilaian ini menunjukkan pada kegiatan yang dilakukan dala program, apakah pelaksanaan kurikulum tetap sanggup melakukan tugasnya, siapa yang bertanggung jawab melaksanakannya, dan lain-lain.
  1. Penilaian keluaran yang memberikan data sebagai tambahan erbuatan keputusan (product).
Penilaian keluaran adalah tahap akhir serangkaian evaluasi program kurikulum, yang diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada siswa.
7.      Model Ten Brink
Ten Brink mengemukakan adanya tiga tahap evaluasi kurikulum yaitu; pertama, tahap persiapan, adapun langkah – langkahnya sebagai berikut:
  1. Melukiskan secara spesifik pertimbangan dan keputusan yang dibuat.
  2. Melukiskan informasi yang diperlukan.
  3. Memanfaatkan informasiyang ada
  4. Menentukan kapan dan bagaimana cara memperoleh informasi
  5. Menyusun dnn memilih instrument pengumpulan informasi yang digunakan.
Kedua, tahap pengumpuln data melalui dua langkah yaitu memperoleh informasi yang diperlukan dan menganalisis dan mencatat informasi. Ketiga, tahap penilaian yang berisi keiatan – kegiatan sebgai berikut:
  1. Membuat pertimbangan yang digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan
  2. Membuat keputusan yang merupakan suatu pilihan beberapa alternatif tindakan
  3. Mengikhtisarkan dan melaporkan hasil penilaian
8.      Model Pendekatan Proses
Evaluasi kurikulum model pendekatan proses ini tumbuh dan berkembang secara kualitatif, yang menjadi pendekatan yang penting. Karakteristik model ini adalah:
  1. Kriteria yang digunakanuntuk evaluasi tidak dikembangkan sebelum pelaksanaan (evaluator) berada di lapangan.
  2. Sangat peduli dengan masalah yang dihadapi oleh para pelaksana kurikulum.
  3. Evaluasi yang dilakukan terhadap kurikulum adalah merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak terpecah belah dalam bagian-bagian tertentu.
Adapun prosedur evaluasi kurikulum model pendekatan proses adalah sebagai berikut:
  1. Pengumpulan data dari berbagai sumber, misalnya kepala sekolah atau madrasah, guru dan tenaga kependidikan
  2. Menganalisis data setelah data terkumpul dari berbagai sumber
  3. Pengambilan keputusan dan berpijak pada kelebihan dan kekurangan suatu kurikulum, sehingga akan melahirkan pemikiran alternativ untuk perbaikan atau inovasi kurikulum.
9.      Model Evaluasi Kuantitatif
Model kuantitatif ditandai oleh cirri yang menonjol dalam penggunaan prosedur kuantitatif untuk mengumpulkan data sebagai konsekuensi penerapan pemikiran paradigma positivisme. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, paradigma positivism menjadi tradisi keilmuan dalm evaluasi terutama melalui tradisi psikometrik.
Hal lain yang dapat dikemukakan mengenai model-model kuantitatif ini ialah persamaan mereka dalam fokus evaluasi yaitu pada kurikulum dimensi hasil belajar. Ada beberapa macam dalam model evaluasi kuantitatif yaitu:
  1. Model balck box Tyler
Model Tyler dinamakan Black Box karena tidak ada nama resmi yang diberikan oleh pengembangnya. Tyler, yang mengajukan model ini menuliskan buah pikirannya tersebut tidak dalam satu tulisan lepas mengenai evaluasi kurikulum. Buku yang diberi judul Basic principles of curriculum and instruction ditulis ketika ia bertugas sebagai professor di Universitas Chicago.
Model yang dikemukakan dibangun atas dua dasar, yaitu: evalusai yang ditunjukkan kepada tingkah laku peserta didik dan evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum suatu pelaksanaan kurikulum serta pada saat peserta didik telah melaksanakan kurikulum tersebut.
Dengan dasar evaluasi yang kedua, Tyler menghendaki evaluator dapat menetukan perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil belajar yang diperoleh dari kurikulum. Dalam pelaksanaannya, Tyler mengemukakan ada tiga prosedur utama yang harus dilakukan yaitu:
  • Menentukan tujuan kurikulum yang akan di evaluasi
  • Menentukan situasi di mana peserta didik mendapatkan kesempatan untuk memperlihatkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan
  • Menentukan alat evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik.
Model evluasi Tyler memiliki keunggulan dalam kesederhanaannya. Evaluator dapat memvokuskan kajian evaluasinya hanya pada satu dimensi kurikulum yaitu dimensi hasil belajar. Keunggulan model Tyler pada sisi lain menjadi titik lemah model ini. Fokus pada hasil belajar dan mengabaikan dimensi proses adalah sesuatu yang tidak sejalan dengan pendidikan.
Faktor lain yang menyebabkan kelemahan model ini adalah kenyataan yang diungkapkan oleh banyak studi yang mengkaji dimensi proses. Kenyataan yang terungkap dari hasil studi tentang proses ini menyebabkan sukar untuk melakukan claim bahwa hasil yang diperlihatkan oleh peserta didik adalah hasil yang ditimbulkan kurikulum yang dievaluasi
2.      Model teoritik Taylor dan Maguire
Model ini lebih mendasarkan dirinya pada pertimabangan teoritik suatu model evaluasi kurikulum. Unsur-unsur yang ada dalam model ini seperti sumber sosial tujuan, tujuan yang dikembangkan berdasarkan pendekatan behavioral, pengembangan strategi dan semangat psikometrik kiranya merupakan pengaruh Tyler yang mungkin tidak didasari Taylor dan Maguire.
Berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan tersebut maka satuan pendidikan mengembangkan visi dan tujuan yang ingin dicapai satuan pendidikan tersebut. Tugas tugas tersebut yaitu:
  • Menjadi pengembang tanggung jawab para pengembang kurikulum ditigkat satuan pendidikan
  • Mencari data mengenai keserasian antara tujuan umum dengan tujuah behavioral dan hasilnya dimasukkan menjadi vektor lanjur matrik penafsiran
  • Mengevaluassi pengembangan tujuan tersebut menjadi pengalaman belajar.
3.      Model pendekatan sistem  Alkin
Pendekatan ini memiliki keunikan dibandingkan pakar evaluasi lainnya dimana ia memasukkan unsur pendekatan ekonomi mikro dalam pekerjaan evaluasi. Model ini dikembangkan berdasarkan empat asumsi yaitu:
  • Variable perantara adalah merupakan satu-satunya kelompok varabel yang dapat dimanipulasi.
  • Sistim luar tidak langsung dipenaruhi oleh keluaran sistim
  • Para pengambil keputusan sekolah tidak memiliki kontrol mengenai pengaruh yang diberikan sistim luar.
  • Faktor masukkan mempengaruhi aktivitas faktor perantara
Pada dasarnya, model pendektan system Alkin dapat digunakan untuk melakukan kajian mengenai kurikulum di Indonesia terlebih-lebih ketika satuan pendidikan telah memiliki KTSP. Kekuatan model ini adalah keterkaitannya dengan sistem. Evaluasi suatu satuan pendidikan yang masing-masing sangat dimungkiinkan karena setiap satuan pendidikan itu merupakan unit yang dikendalikan secara khusus dengan berlakunya manajemen berbasis sekolah.
Kelemahan model ini terutama keterbatasannya dalam fokus kajian. Model ini hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi kurikulum yang sudah siap dilaksanakan oleh sekolah. Dala situasi pengembangan kurikulum yang sekarang (KTSP) model ini dapat digunakan setelah kurikulum tersebut berhasil dikembangkan dan siap dilaksanakan di satuan pendidikan tersebut.
4.      Model countenance stake
Model ini adalah model pertama evaluasi kurikulum yang dikembangkan Stake. Stake mengemukakan keseluruhan keiatan evaluasi yang harus dilakuakan dengan cara yang diinginkan bagaimana evaluasi tersebut dilakukan. Dalam buku ini model Stake dikelompokkan sebagai model evaluasi kuntitatif karena pada awalnya model ini dikembangkan dengn pendekatan kuantitatif. Tapi, apabila kemudian adaevaluator yang ingin menggunakan model ini dengan pendekatan kualitatif tentu saja.
10.  Model Ekonomi Mikro
Model ekonomi mokro pada dasarnya adalah model yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Sebagaimana kebanyakan model kuantitatif, model ekonomi mikro memiliki fokus utama pada hasil (hasil dari pekerjaan, hasil belajar dan hasil yang diperkirakan).
Dalam mengukur hasil, digunakan suatu instrument yang sudah ditandarisasi. Penggunaan instrumen standar penting karena hanya dengan demikian perbandingan antara biaya dengan hasil dapat dilakukan secara berimbang. Kurikulum lain yang dikembangkan oleh satuan pendidikan lain mungkin didasarkan atas ide yng berbeda. Dalam pandangan teoritikkurikulum satuan pendidikan  tersebut dinyatakan baahwa seseorang yang telah menyelesaikan studinya harus memiliki pengetahuanyang cukup untuk dapat hidup produktif di masyarakat.
Persoalan mengenai persamaan tujuan kurikulum yang akan dibandinkan tidak akan dialami oleh evaluator yang akan menerapkan model cost-benefit. Hal penting lainnya ialah bahwa skala penilaian tersebut diukur pada pengukuran interval dan bukan ordinal.
Model terakhir dari kelompok mikro ekanomi ialah yang dinamakan model cost-feasibility. Berbeda dengan ketiga model terdahulu, model ini tidak berusaha mencari hubungan antara biaya dengan hasil tertentu. Perhitungan biaya masa depan perlu diperhitungkan agar kurikulum yang dikembangkan tersebut mendapat jaminan dalam implementasinya.
11.  Model Evaluasi Kualitatif
Ciri khas dari model evaluasi kualitatif adalah selalu menempatkan proses pelaksanaankurikulum sebagai fokus utama evaluasi. Oleh karena itu kurikulum dalam dimensi kegiatan atau proses lebih mendapatkan perhatian dibandingkan dimensi lain suatu kurikulum walaupun harus dikatakan bahwa perhatian utama terhadap proses dimensi lain.
Model utama evaluasi kualitatif adalah studi kasus. Demikian kuatnya posisi studi kasus sebagai model utama dilingkungan evaluasi kualitatif sehingga setiap orang berbicara tentang model evaluasi kualitatif maka nama studi kasus segera muncul dalam kontak memorinya.[4]






[1] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan  Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011,  hlm. 265.
[2] Shabill, http://queenshabill-justsayit.blogspot.co.id/2011/06/objek-evaluasi-kurikulum.html, diakses pada Selasa, 30 Mei 2017, pukul 16.03 WIB
[3] Bowo Putra, www.academia.edu/11848349/Bab-v-evaluasi-kurikulum.html, diakses pada Selasa, 30 Mei 2017 pukul 15.55 WIB
[4] Muhammad Bushairi, https://muhammadbushairi.wordpress.com/2012/06/28/makalah-evaluasi-kurikulum/, diakses pada Selasa 30 Mei 2017, pukul 16.15 WIB